Dalam
kehidupan, terlalu banyak sifat orang-orang yang (mungkin) berbeda. Dari
perbedaan itulah kita harus lebih bisa menyesuaikannya satu sama lain. Tidak
hanya sifat, perbedaan seseorang dengan orang lainnya juga dapat terlihat dari
banyak hal, misalnya umur, agama, suku, warna kulit, warna rambut, dan masih
banyak lagi. Harusnya kita bersyukur dengan perbedaan yang ada. Bayangkan jika kita
hanya berhadapan dengan orang-orang yang mempunya sifat yang sama dengan kita,
akan berantakan bukan? Tak ada yang dapat meredam amarah karena semua pemarah,
tak ada yang mau mengalah karena semua egois. Ya, itulah kehidupan. Semua butuh
perbedaan.
Kenyamanan.
Kita semua butuh rasa nyaman. Tidak hanya terhadap lingkungan, kita harus
mendapatkan kenyamanan yang kita inginkan juga dari orang-orang terdekat. Jika
teman sekelas kita ada yang mempunyai kebiasaan aneh, apa dia akan dijadikan
sebagai teman dekat? Tentu tidak, karena dia tidak membuat kita nyaman, meski
pun kita dari suku yang sama, agama, umur, bahkan warna kulit pun sama.
Kenyamanan seseorang tidak dapat terukur dari berbagai hal yang sama, begitu
juga dengan pasangan hidup.
Mendapatkan
pasangan yang membuat kita nyaman itu tak semudah membalikkan telapak tangan.
Selama hidup, kita tentu sudah bertemu dengan ratusan, bahkan ribuan orang,
tapi hanya beberapa di antara mereka yang membuat kita nyaman. Kata ‘nyaman’
pun tak selalu diartikan untuk pasangan. Itu juga dapat diartikan untuk teman
dan sahabat. Ada kalanya kita merasa beberapa orang lebih nyaman dijadikan
teman biasa, beberapa sebagai sahabat, tetapi hanya satu yang membuat kita
lebih nyaman untuk dijadikan pasangan.
Indonesia,
negeri yang memiliki ratusan suku dan mengikat banyak aturan. Aturan-aturan
itulah yang sering memecahkan kenyamanan seseorang pada orang lainnya.
Perbedaan itu memang indah, tapi tak selamanya yang indah itu disetujui. Ya,
katakanlah perbedaan agama. Sepasang kekasih yang sudah saling nyaman satu sama
lain harus terpisah karena perbedaan agama. Tapi tidak sedikit juga dari mereka
yang merasakan perbedaan itu harus bertahan memperjuangkan apa yang mereka
inginkan. Tidak sedikit dari mereka yang akhirnya hidup bersama dalam sebuah
perbedaan. Perbedaan yang mungkin dapat dikatakan sebagai masalah terbesar,
tapi sekali lagi, itulah kenyamanan. Rasa nyaman yang mengubah segalanya. Rasa
nyaman yang membutakan diri seseorang, sehingga tak lagi dilihatnya sebuah
perbedaan.
Tidak
hanya agama, perbedaan pada sepasang kekasih masih sangat banyak, misalnya
perbedaan suku. Tak jarang ada orang tua yang melarang anaknya berhubungan
dengan orang lain karena sukunya berbeda. Orang tua terkadang masih percaya
dengan apa yang dikatakan orang-orang zaman dahulu. “Si A tidak boleh
berhubungan dengan si B karena suku B memiliki sikap keras kepala” atau “si A
tidak akan pernah menjalin dengan hubungan dengan si B karena suku B termasuk
orang-orang pelit”. Masih banyak lagi. Banyak. Kita memang paling tidak suka apabila
orang tua ikut campur dalam hubungan yang kita jalani terutama menyangkut suku.
Tapi tidak sedikit pula yang berhasil meluluhkan hati orang tua sehingga
perbedaan suku ini berada dalam satu atap hingga maut memisahkan. Itulah
kekuatan dari kenyamanan. Kenyamanan dapat meruntuhkan segala dinding tebal
yang menghalangi.
Perbedaan
umur dan latar belakang keluarga masih sama halnya dengan di atas tadi. Jika
bersungguh-sungguh, semua akan terkalahkan oleh rasa nyaman. Rasa nyaman akan
memudarkan semua perbedaan itu. Lalu bagaimana dengan perbedaan kebiasaan tapi
merasakan kenyamanan satu sama lain?
Perbedaan
kebiasaan tapi merasakan kenyamanan. Itu memang banyak terjadi atau jarang
terdengar jadi terlihat jarang terjadi. Perbedaan kebiasaan yang dimaksud
disini misalnya seseorang yang dapat dikatakan pintar, rajin belajar, rajin
beribadah, dan rajin segalanya bertemu dengan seseorang yang pemalas, jarang
beribadah, jarang belajar, kebiasaan yang dilakukan hanya berman dan juga
berbelanja. Di balik perbedaan itu, mereka menemukan rasa nyaman kepada satu
sama lain, walau pun rasa nyaman itu tidak pernah mengubah kebiasaan buruk
menjadi baik dan kebiasaan yang kaku menjadi seperti biasa. Karena tak ada
kebiasaan yang dapat diubah, terkadang terlintas dalam pikiran, “haruskah saya
pergi karena dia tak baik untuk saya?” atau, “haruskah saya pergi karena dia
terlalu baik untuk saya?”
Tentu
tak jarang bukan perbedaan seperti itu? Tapi itulah kekuatan dari rasa nyaman.
Walau pun tak dapat mengubah apa pun, karena sudah saling nyaman, sangat sulit
untuk melepaskan. Sekali pun berpisah, pasti merasa ada yang kurang dari apa
yang sedang dijalaninya itu. Bukan kehilangan pasangan, itu adalah perasaan
kehilangan rasa nyaman yang sudah didapatkan sejak lama. Memang tak mudah jika
harus kehilangan yang telah didapat, karena harus mulai dari nol. Kosong tanpa
isi, mencari dan menunggu, dan sekali lagi, rasa nyaman itu tak mungkin
didapatkan dengan mudah, seperti membalikkan telapak tangan.