Akhirnya kita
bertemu kembali. Di tempat yang sama, suasana yang sama dan…. Ya, aku tahu,
keadaan telah berbeda, tak lagi sama. Kau bertanya padaku apakah aku
merindukanmu? Tentu saja aku menjawab, ya! Ya, aku merindukanmu. Sangat.
Melebihi yang kau tahu. Atau mungkin kau tak pernah tahu akan satu hal itu.
Tak satu kata pun yang dapat aku
keluarkan dari bibir kecil ini. Bibir yang dahulu sering menghiburmu ketika kau
resah. Bibir yang mungkin sampai saat ini masih menyebut namamu dalam setiap
doaku. Sebuah keheningan seakan-akan menampar wajahku dengan keras. Aku seperti
mendengar bisikan dari angin-angin yang menggelitik.
“Dira, cepat
katakan yang telah kau pendam selama ini! Mana Dira yang kita kenal? Kau bukan
Dira!” seakan angin-angin itu berbicara padaku.
“Hei, aku Dira!
Akan ku buktikan kalau aku bisa mengatakannya!”
Entahlah,
mungkin peredaran darah di otakku sudah membeku sehingga aku dapat berbicara
pada angin. Aku bisa mengatakannya, aku
bisa!
****
Bagaimana jika sekarang kita
bertukar peran? Kau sanggup? Atau kau perlu berpikir lagi? Berpikir bagaimana
jika kita bertukar peran. Aku jadi kau, dan tentu saja kau menjadi diriku.
Berpikir bagaimana sakitnya menjadi aku. Kau ingat? Oh, tentu saja. Aku yakin,
kau masih mengingat semua kejadian yang telah menjadi kenangan terpahit dalam
hidup kita. Ah, bukan! Bukan kita, tapi hanya aku. Kenangan terpahit dalam
hidupku, tentu saja saat menjalani hari-hari bersamamu. Aku bahagia, sangat
bahagia. Tetapi aku sadar, kebahagiaan yang ku rasakan itu hanya sesaat. Hanya
kebahagiaan semu, seperti dirimu, semu.
Sudah membuat keputusan? Keputusan
yang tadi aku tanyakan. Bagaimana jika sekarang kita bertukar peran? Aku jadi
kau, dan kau menjadi diriku. Aku sangat berharap kau mengatakan ya, tapi yang
ku dengar hanyalah jawaban yang membuatku merasa ingin menamparmu sekarang
juga, seperti suara angin yang telah mengejekku. Jawaban itu keluar jelas dari
bibirmu tanpa perasaan bersalah sama sekali. Sungguh hebat!
“Apa maksudmu?
Bertukar peran? Kejadian dan keadaan apa yang membuatmu ingin bertukar peran
denganku?”
Sungguh
pertanyaan tak masuk akal! Baiklah, ini permintaanmu. Aku akan memutarbalik
rekaman kehidupanku yang indah saat bersamamu. Mungkin tidak hanya indah, tapi
juga menyakitkan. Aku akan menunjukkan padamu semuanya agar kau tahu mengapa
aku ingin bertukar peran. Mari kita ucapkan selamat datang pada kenangan busuk
ini.
****
Semua berawal sangat indah. Kau
seorang lelaki yang sangat diam, sedangkan aku wanita yang tidak pernah diam.
Kita berbeda, semua tau hal itu. Hari makin berlalu dan kau menjadi semakin
tidak kaku untuk berbicara bahkan menyampaikan segelintir lelucon yang membuat
aku terbahak. Awal yang sangat indah, seolah kau menerimaku tanpa melihat
kekuranganku. Mereka mengatakan kita berbeda, tapi aku akan membuktikan bahwa
kita bisa bersama dengan perbedaan ini.
Memang awal yang sangat indah. Aku
ingat, kau pernah menungguku sampai kau kehujanan di saat aku sedang tertidur
di rumah. Kau masih menungguku kala itu. Hatiku semakin luluh saat tau hal itu.
Pertama kali kau mengutarakan isi hatimu, aku hanya diam tanpa tahu harus
berkata apa. Aku selalu mengelak karena aku tahu kita berbeda. Tapi
teman-temanmu mengatakan kau masih akan terus berjuang. Aku sangat menghargai
perjuangan itu.
Hingga saatnya tiba, kau
mengutarakan perasaanmu untuk kesekian kalinya. Aku sudah tidak bisa mengelak.
Aku yakin, aku telah mempunyai perasaan yang sama. Dunia terasa sangat indah
saat itu. Semua terasa indah sampai hari ke-45. Kau memang tidak berubah, tapi
aku melihat ada sesuatu yang kau sembunyikan. Sesuatu yang tidak pernah aku
tahu selama ini. Sesuatu yang membuatmu membohongiku. Sesuatu yang membuatku
terlihat bodoh di matamu. Sesuatu yang tidak pernah kau ingin aku untuk mengetahuinya.
Tuhan tidak tidur. Tuhan selalu mengamatimu dari sana. Aku yakin Ia sayang
padaku sehingga Ia ingin aku mengetahui semuanya. Semua tentangmu, dan dia.
Kau masih menghubunginya. Wanita
yang pernah ada di hidupmu sebelum aku. Wanita yang pernah bersamamu sebelum
aku. Wanita yang selalu ada saat kau butuh sebelum aku. Wanita yang selalu
membuatmu tersenyum sebelum aku. Wanita yang kau anggap bidadari sebelum aku.
Wanita yang sangat menyayangimu sampai sekarang, sama sepertiku. Ya, aku
mengetahui itu semua. Kau pernah bilang padaku kalau kau sudah tidak pernah
menghubunginya, dan tidak akan pernah lagi. Ini peran pertama kau sebagai aku.
Kau yang aku bohongi, dan aku yang membohongimu. Aku ingin kau merasakan apa
yang aku rasakan. Mudah, kan? Hanya dengan berkata,
“Benar? Kau
tidak bohong? Baiklah, aku percaya padamu.”
Ingatkah kamu
aku pernah berkata demikian? Sangat mudah.
****
Sesungguhnya aku tidak tahu sudah
berapa kebohongan yang kau katakan, dan aku selalu percaya. Aku selalu percaya
padamu begitu saja tanpa tahu bagaimana kenyataannya. Sekarang aku akan
membuatmu mengingat kejadian ini lagi. Aku ingat, hari Jumat, saat aku sedang
latihan untuk ujian, kau pulang terlebih dahulu. Kau mengatakan padaku akan
pergi ke rumah temanmu. Aku tidak mengenal temanmu itu sehingga aku dengan
mudah percaya padamu. Sampai saatnya tiba, dua orang temanku mengatakan,
“Hari Jumat yang
lalu saat aku dan Linda jalan-jalan, kami melihat Radit disana. Kami kira ia
denganmu, tapi ternyata ia bersama Vina.”
Bagaikan didorong
dari gedung lantai 58 oleh sekelompok orang-orang yang membawa senjata tajam.
Aku diam. Darahku terasa naik ke otak dengan kecepatan penuh. Dadaku terasa
sesak hingga sulit bernapas. Aku harus apa? Harus percaya siapa? Awalnya aku
tidak mau percaya pada mereka, hingga akhirnya aku menanyakan padamu. Kau
ingat?
Ini peran kedua untukmu, dan
lagi-lagi kebohongan yang membuatku sakit. Kau yang aku bohongi dan aku yang
akan membohongimu. Aku ingin kau merasakan apa yang aku rasakan. Degupan
jantung yang lebih cepat dari biasanya, darah yang langsung naik ke otak, rasa
sesak napas, dan tidak tahu harus berkata apa. Kau harus menjadi diriku, agar
kau tahu rasanya dibohongi seakan-akan kau terlihat bodoh nantinya. Sangat
mudah, cukup dengan berkata,
“Mengapa kau
berbohong? Mengapa kau lakukan itu?”
Kau pasti ingat
aku mengatakannya saat itu dengan senyuman yang menahan amarah. Asal kau tahu,
kepalaku sudah mulai panas saat itu, suaraku sudah mulai bergetar, air mata aku
tahan agar mereka tidak keluar dan menyapamu, dan tanganku sudah aku jadikan
kaku agar tidak ringan untuk menampar pipimu. Rasakan bagaimana rasanya menjadi
aku.
Aku sudah mengetahui semuanya, dan
kebohonganmu tidak berhenti sampai disana. Sebenarnya masih banyak kebohongan
lain yang kau katakan, tapi saat ini aku akan mengingatkan kembali padamu
kebohongan-kebohongan yang membuatku menjadi orang paling bodoh di matamu. Ini
yang paling aku ingat. Kau selalu mengatakan padaku, “aku hanya akan pergi jika kamu yang meminta, dan aku tidak akan pernah
kembali padanya.” Sungguh pernyataan yang sangat indah yang pernah ku
dengar. Tapi buktinya? Setelah kamu berbicara seperti itu, dengan mudah kamu
meminta agar kita tidak bersama lagi. Alasanmu cukup masuk akal, karena tidak
ingin membuatku menangis dan merasa sakit lagi. Dengan mudah kau ucapkan itu
semua, di saat aku sedang merasa kesepian dan kau izin untuk pergi. Aku ingat
malam itu. Malam dimana kau menyatakan untuk pergi. Malam itu aku ingin tegar.
Aku tahan air mataku saat kau mengelus kepalaku dan mengecup keningku untuk
yang terakhir kali. Aku ingin memelukmu, tapi semua anggota tubuhku terasa
kaku. Aku lupa cara untuk menggerakkan ini semua. Yang aku inginkan saat itu,
ketika kau melepaskan kecupanmu dari keningku dan aku membuka mata, aku ingin
menjadi amnesia. Aku melupakan segalanya dan tentu saja melupakan rasa sakit
ini. Tak lama, aku mendengar kabar kau kembali padanya. Sungguh lucu kehidupan
ini. Sungguh lucu manusia yang ada di dunia ini. Kau bagaikan menjilat ludahmu
sendiri. Kini sudah jelas, siapa aku dimatamu yang sebenarnya. Tidak lebih dari
pelarian. Ya, aku hanya menjadi pelarian dan pelampiasanmu saja agar ia bisa
kembali padamu. Sungguh lelucon yang memuakkan!
Inilah peranmu yang ketiga. Kau
menjadi aku dan aku menjadi dirimu. Di saat kau sedang mencintai seseorang,
lalu orang itu pergi dengan alasan yang kurang menjelaskan untukmu. Apa yang
akan kau lakukan? Kau bingung? Ingin marah tapi tak bisa? Ya, itulah yang aku
rasakan dan aku ingin kau merasakannya juga. Merasakan akibat dari perlakuanmu
padaku.
****
Tidak sampai disini karena kau tidak
langsung pergi begitu saja dari hidupku. Kau masih menghubungiku dan mengatakan
masih mempunyai rasa yang sama padaku. Aku senang karena aku juga demikian,
tapi setelah aku pikir-pikir, betapa bodohnya diriku saat itu. Sudah dibohongi
untuk kesekian kalinya tapi masih punya rasa yang sama. Kau selalu mengajakku
pergi. Aku ingat semua bagian ini, sangat ingat. Sayangnya, aku tidak ingin
mengingat-ingat kembali. Tapi aku juga tidak ingin melupakan itu semua. Seperti
kata Slank, terlalu manis untuk dilupakan. Sangat cukup untuk aku mengetahui
siapa kamu yang sebenarnya. Dan aku ingin kita bertukar peran. Dari awal sampai
akhir. Dari mulai aku diterbangkan ke atas awan, hingga kau menjatuhkanku ke
jurang yang paling dalam, agar kau tahu rasanya menjadi aku.
Mengapa kau menunduk? Jangan diam
saja, ayo bicaralah! Kita mulai semua dari awal, dengan posisi yang berbeda.
Kau jadi aku dan aku menjadi dirimu. Kau yang aku bohongin dan aku yang membohongi.
Kau yang aku tinggalkan dan aku yang meninggalkan. Kau yang merasakan sakit dan
aku yang membuat sakit. Cukup adil, kan? Bukan, ini bukan balas dendam. Aku
hanya ingin kita adil. Adil sebagaimana mestinya seperti yang kita pelajari di
sekolah dasar dahulu. Kita dituntut untuk bersikap adil pada semua orang.
Kau masih belum menjawab
permintaanku. Kau tidak mau menjadi aku? Sangat mudah, hanya percaya, percaya,
dan percaya. Sampai sulit membedakan, aku ini terlalu baik atau terlalu bodoh?
Sangat mirip. Ya, baiklah kalau kau memang tidak mau, aku juga sudah
mengikhlaskan semuanya. Sudah merelakan semua yang terjadi. Aku beranggapan
bahwa Tuhan masih sangat menyayangiku. Ia mematahkan hatiku agar aku sadar dan
tahu semuanya. Agar aku dapat membedakan mana yang baik dan tidak untukku. Aku
hanya ingin berpesan padamu, cukuplah aku yang menjadi seperti ini karenamu,
jangan ada wanita lain yang merasakan seperti aku ini. Jika kau saja tak ingin
seperti aku, apalagi mereka yang hanya mengetahuimu dari luar saja? Pasti tidak
ada yang ingin. Tolong jangan menunduk seperti itu lagi. Aku hanya ingin
berterima kasih atas rasa sakit ini. Sehingga aku dapat lebih selektif untuk
mendapatkan penggantimu. Tentu saja ia bukan sepertimu.
kisah yg mengharukan & inspiratif , tetap semangat sob perjalanan masih panjang
BalasHapusaamiin terima kasih...
Hapusyups sama2...
Hapus